RESEP CINTA RACIKAN POLLY




Judul              :  Scones and Sensibility  
Penulis           :   Lindsay Eland
Penerjemah   :   Barokah Ruziati
Penerbit         :   Atria, Jakarta
Cetakan         :   I, 2011
Tebal              :   298 Halaman
ISBN              :   978-979-024-469-6
Peresensi       : Ahmad Suhendra*

Psikologi anak secara umum sarat dengan bermain. Di aspek lain, karakteristik anak itu berbeda-beda, karena beda lingkungan dan didikannya, beda pula gaya bersikapnya. Begitu pula dengan pergaulan saat ini, yang mengakibatkan anak-anak sudah ‘bermain-main’ dengan cinta. Tentu saja cinta yang dipahami dan diartikan menurut mereka.

Fenomena psikologis itu dapat kita temukan juga dalam novel ini. Kisah seorang anak yang berjuang untuk memberikan ‘cinta’ kepada orang-orang disekelilingnya. Butuh perjuangan untuk merealisasikan angan-angan anak seumuran Polly Madassa, itulah nama lengkapnya. Semua perjuangannya dipandang sebelah mata oleh keluarga dan teman-temannya, tetapi Polly tidak menyerah begitu saja.


Lindsay Eland sangat sensasional dalam menokohkan anak yang masih berumur dua belas tahun itu. Penuh dengan romantisme juga kesan yang kita dapatkan saat membaca novel ini. Hal ini akan kita temukan ketika mulai membuka lembar pertama.



Polly mengeluarkan subjektivitasnya dengan menganggap dirinya orang yang romantis, dan orang-orang yang paling dekat dengannya orangtuanya, yang kasih sayangnya bagaikan dalam kisah dongeng; kakak perempuannya, Clementine; serta teman karibnya, Fran Fisk, yang telah dia kenal sejak satu kelompok bermain-main menegaskan fakta tersebut.

Pesta minum teh ditambah hidangan roti isi mentimun adalah kegiatan favorit Polly sejak usia lima tahun. Ketika duduk dikelas empat, setelah membaca Anne of Green Gables, Polly membentuk klub dengan teman tersayangnya. Bahkan, selama berbulan-bulan mereka membawakan adegan-adegan dari buku kesayangannya itu.

Anak seusia Polly dapat menyelesaikan Pride and Prejudice karya Jane Austen. Tiga bulan berselang, Polly mulai terpengaruh dengan bacaannya. Dia menyatakan dirinya tidak akan lagi menjadi gadis material yang hidup di dunia material, tetapi lebih memilih untuk meneladani perempuan-perempuan anggun sebelumnya dan seketika itu juga menjadi perempuan muda dengan adab, cara berbicara, dan tata krama tak tercela. Dia juga merasa paling paham urusan asmara dan bertekad untuk menjodohkan orang-orang terdekatnya. Orangtuanya, telah sering menyatakan bahwa dirinya menjadi “gadis abad sembilan belas berusia dua belas tahun yang terperangkap di abad dua puluh tahun.”

Banyak madu-madu cinta yang ingin dia bangun, sesuai dengan harapannya. Dia juga berkeingin menjodohkan ayah temannya, Fran, dengan sesosok perempuan yang dia pilih untuk menggantikan ibu Fran. Namun, polly sangat tidak setuju kakaknya berpacaran dengan Clint, Polly ingin Climentine berpacaran dengan lelaki yang ia temui ketika berada di minimarket. Begitulah Polly membuat resep cinta ala racikannya sendiri.

Keluarga Madassa merupakan keluarga yang harmonis, penuh dengan kebahagiaan dan ‘cinta’. Keluarga ini memiliki sebuah toko Bakery yang berada dilantai dasar rumah mereka. Setiap pagi, keluarga ini sibuk dengan adonan roti-roti ‘cinta’ yang akan dikirim kepada para pelanggannya. Tak kecuali Polly Madassa, anggota terakhir keluarga ini, dia kadang mendapat tugas mengirim roti-roti pesanan yang terlena dengan rasa roti cinta racikan keluarga Madassa.

Membaca karya Lindsay Eland ini kita akan menemukan banyak hal-hal penuh intrik lelucon dan keromantikan. Sekalipun karya ini berorientasi bagi pembaca remaja, tapi kisah di dalammnya memberikan banyak pelajaran untuk kita renungkan bersama. Pertama, kita jangan melihat dari kondisi konkritnya seseorang, tapi renungkanlah ‘berlian yang keluar dari mulutnya’, sekalipun anak-anak banyak hal yang dapat kita pelajari dari mereka. Kedua, ketaatan norma; pelanggaran (norma sosial, norma hukum, norma agama, dan norma susila) sekecil apapun akan ‘hukuman’ yang sesuai kepada orang yang melakukannya. Ketiga, menjadi manusia yang ‘humanis’ berkeadilan, toleran, demokrasi, inklusif, dan selalu memaafkan kesalahan orang lain. Empat, cintailah semua orang-orang terdekat kita, terutama keluarga; ibu, ayah, adik dan kakak, berbuatlah kebahagiaan untuk mereka. Sebagai manusia beragama, kita diperintahkan untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, walaupun orang itu berbuat jahat kepada kita.

*) Perensi adalah penikmat buku tinggal di Bogor. Staff Pengajar PP. Al-Kamiliyyah


Komentar