KONSPIRASI ART OF COVENANT DALAM NOVEL
Judul : Tabut! (Ark of Covenant): Konspirasi di
Bumi Masjid Al-Aqsha
Penulis : Zhaenal Fanani
Editor : Arini Hidajati
Penerbit : DIVA Press,
Cetakan : I, Mei 2011
Tebal : 440 Halaman
ISBN : 978-602-978-686-6
Simbol agama menjadi daya magnet
tersendiri bagi beberapa penganut masing-masing agama tertentu. Semangat
historis-religius yang diidentikkan pada simbol agama menjadi senjata ampuh
untuk dibawa ke ranah idiologis-pragmatis. Beberapa agama menjadikan
simbol-simbol agama sebagai truth claim dan penindasan atas agama lain. Kendati
demikian, dalam teori simbol, simbol adalah suatu diagram yang mempu
memancarkan suatu objek, walaupun objek itu sudah tidak menjadi realitas.
Salah satu simbol keagmaan yang masih
kontroversial adalah Tabut (Ark of Covenant). Jejak keberadaannya
masih misterius dan belum dapat dipastikan sampai saat ini. Tidak ada jejak
sejarah yang menunjukkan keberadaannya berupa artefak dan semacamnya.
Tabut (Ark of Covenant)
menjadi benda suci yang menakjubkan dan paling misterius. Terutama tentang
keberadaannya yang memunculkan kontroversi. Dalam lintasan sejarah, Ark
of Covenant memiliki peran penting dalam setiap lini kehidupan kaum
Yahudi. Seringkali benda suci itu berpindah tangan karena direbut dari kaum
Bani Israil. Setelah melewati perjalanan yang berliku, Tabut kebanggaan kaum
Yahudi itu hilang. Hingga saat ini keberadaannya masih kontroversi, kehilangannya
seolah lenyap tertelan bumi.
Zhaenal Fanani mengajak kita untuk ikut menelusuri
konspirasi keberadaan Tabut (Ark of Covenant) yang hilang itu
melalui novel. Kisah ini bermula dari kematian Dr. Isacc yang menimbulkan tanda
tanya besar bagi internal negara Israel. Berita kematian sang ilmuwan sekaligus
arkeolog Israel mengguncang keamanan Israel, karena berita itu tersebar ke
seluruh dunia.
Polisi keamanan Israel menemukan sepucuk
kertas, yang bertuliskan nama “Prof. Syibil Balqizh” dan “Hans Dietrich Sammer”
di atas jasad Dr. Isacc. Dari tragedi itulah, banyak persoalan dan keganjilan menimpa
Prof. Syibil. Wartawan Aljazeera, Truman Ottara, yang menyebarkan berita
rahasia itu juga ikut terjebak dalam permainan konspirasi.
Prof. Syibil Balqizh sering mengisi
seminar-seminar dari satu universitas ke universitas lain, dari satu negara ke
negara lain. Tour-intelektualnya ini terkait dengan penelitiannya tentang
mitologi keberadaan The Ark of Covenant.
Kedatangan perempuan berusia pertengahan
tiga puluh tahunan di Yerussalem merupakan salah satu agenda kerja akademisnya.
Mengisi seminar-seminat terkait penelitiannya dan mengunjungi beberapa tempat,
di antaranya Masjid al-Aqsha dan Art Museum di Tel Aviv. Namun, kunjungannya ke
Art Museum harus dibatalkan, karena acara mendadak untuk mengisi seminar
terkait Ark of Covenant di Hebrew University. Dalam ceramah ilmiahnya,
Prof. Syibil mengatakan,
“Sejarah adalah literatur yang hidup dan akan terus bernapas sepanjang zaman. Menorah, The Ark of Covenant, juga Solomon Temple adalah fakta sejarah. Ketiganya adalah detak yang akan terus mengalir. Ketiganya adalah miniatur dari kebenaran berserta kekuatannya. Terlepas dari kontroversi di mana keberadaannya, ketiganya merupakan semangat menuju kebenaran. Maka, jika ketiganya tidak ditemukan atau belum dibangun kembali, bukan berarti semangatnya akan hilang. Semangat itu akan tetap menyala, karena ia adalah spiritualisme. Semangat entitas ruhani. Semangat menuju ketiadaan hingga yang ada hanya Tuhan (hal. 30).”
Saat Prof. Syibil sedang mempersiapkan
keberangkatannya ke London, secara tiba-tiba handphone-nya berdering.
Penelpon itu pun meminta sang prof. cantik untuk mengikuti semua intruksinya
dengan sebuah ancaman akan melaporkan keterkaitannya dalam pembunuhan Dr. Isacc.
Penelpon misterius itu meminta untuk
membantu dalam menguak keberadaan Ark of Covenant. Beberapa
kali Prof. Syibil ingin ‘berontak’ dari ancaman dan instruksi yang dilancarkan.
Tetapi, setiap perempuan yang memiliki rambut sebahu itu melayangkan penolakan,
sebanyak itu juga dia gagal. Bahkan, dia harus berurusan dengan kepala badan penyelidik
Internasional Israel.
Selain dapat melumpuhkan Dr. Issacc,
tokoh misterius dalam novel ini juga dapat menyulik Syekh Abu Zarman. Syekh Abu
Zarman merupakan tokoh aktivis pergerakan intifada yang keberadaannya misterius.
(hal. 91). Untuk menghilangkan sepak terjang selalu menyamar dan mengganti
namanya dengan Ghulam Shadev, Ezar Yehuda dan lain-lain. Dia juga menahan
Kardinal Bogart Simon, Kepala Gereja Pantheon, Roma dengan menyebut dirinya
sebagai Signor Gianluca Paglini.
Semua yang melalukan teror dan
konspirasi yang sangat memakan waktu ini ternyata seorang perempuan. Dia
bernama Balerina Macdaz. Balerina merupakan anak tunggal dari pasangan Hilmak
Abram, seorang konglomerat media keturunan Yahudi, dan Sabrina Elovy, seorang
Yahudi Diaspora.
Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan
ketika usianya lima belas tahun. Sebagai keturunan kaum Lewi, Balerina Macdaz
merasa berhak untuk mendapatkan Ark of Covenant. Di usianya yang
cukup muda, enam belas tahun, dia berani memutuskan dan mengambil langkah
berani. Ia ingin sejajar dengan para leluluhurnya menjadi Kabbalis.
Dengan membaca novel ini, kita akan
mengerti bagaimana memahami nilai-nilai substantif dari simbol-simbol agama. Kita
juga diajak untuk memahami setiap ajaran agama itu mengandung makna cinta
kepada Tuhan, dan cinta pada aspek, meminjam istilah penulis novel ini,
globalisasi perdamaian.
Kisah-kisah masa lalu tidak hanya
meninggalkan ingatan kognitif, tetapi juga efek goresan yang beragam. Namun,
itu hanyalah masa lalu, simbol-simbol kejayaan masa lalu belum tentu sesuai dan
relevan dengan masa sekarang. Kita perlu merealisasikan semangat religiusitas
yang terkandung dalam simbol itu dalam kehidupan beragama dan bernegara.
*)Peresensi adalah Ahmad Suhendra, mahasiswa pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga.
Komentar
*bingung sendiri :)