MEMBANGUN RELASI
SESUAI PETUNJUK NABI
Judul : Belajar Bersahabat: Petunjuk Nabi Agar
Menjadi Pribadi Menarik dan Menyenangkan
Penulis :
Ahmad Mahmud Faraj
Penerjemah :
Shofia Tidjani
Penerbit :
Zaman, Jakarta
Cetakan :
I, 2013
Tebal :
208 halaman
ISBN :
978-979-024-342-2
Harga : Rp. 25.000,-
Globalisasi
memberikan dampak negatif, antara lain, saat ini orang cenderung pada individualistik
dan komersil. Setiap yang kita lakukan untuk orang lain perlu ada timbal balik.
Interaksi yang dibangun tidak berlandaskan hati nurani, melainkan atas materi
duniawi semata.
Padahal,
Islam tidak semata-mata berupa rutinitas ibadah formal seperti shalat, puasa,
zakat, dan sebagainya. Islam juga menyerukan perihal ibadah sosial yang
termanifesatasi dalam akhlaq al-karimah. Islam memberikan arahan kepada semua
umatnya, agar setiap tindakan yang dilakukannya itu tidak hanya berlandaskan
duniawi, tetapi juga ukhrawi dan keridhaan Allah swt.
Relasi Humanis
dan Agamis
Suasana
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, masalah hakikat manusia dan
kehidupan semakin santer dibahas. M. Quraish shihab (2009) menyebutkan bahwa
cita-cita sosial Islam dimulai dengan perjuangannya menumbuhkan aspek-aspek
akidah dan etika dalam diri pemeluknya.
Melalui
budi pekerti itu, seseorang akan meraih kesuksesan di mana pun, mulai dari
keluarga sampai karier. Karena dengan kepribadian itu dapat membuat orang lain
respek, nyaman, dan tertarik. Rasa cinta dan persaudaraan merupakan anugerah
dan kasih sayang Allah terhadap orang mukmin.
Kehadiran
buku ini setidaknya hendak memberikan jawaban dan tuntunan atas fenomena
tersebut. Ahmad Mahmud Faraj mendeskripsikan bagaimana Nabi Muhammad, para
sahabat, dan ulama salafush shalih dalam membangun relasi yang humanis
sekaligus agamis. Relasi yang tidak
didasari dengan kepentingan pribadi dan duniawi semata. Nuansanya sangat kering
dari nilai kemanusiaan, kasih sayang, cinta, kepercayaan, dan kejujuran.
Pada
bagian pertama, menyuguhkan tabir rahasia pribadi menyenangkan, cara menjadi
person yang ramah, kuat, rendah hati sekaligus diberikan rahmat oleh Allah.
Paling dasar yang perlu dilakukan untuk membangun networking adalah memperbaiki
diri dan membentuk kepribadian diri sendiri. Yakni dengan cara menaati segala perintah
Allah, karena hal itu dapat memperbaiki dan menumbuhkan keseimbangan pada jiwa
dan raga.
Penulis
menghadirkan teladan-teladan Nabi, para Sahabat dan para salafush shalih dalam
menjalin hubungan sosial. Yakni prinsip-prinsip etis sesuai dengan yang diajarkan
Nabi Muhammad saw. Selain itu, Mahmud Faraj juga menyertakan kalimat-kalimat
motivasi yang membangun semangat dan sangat menggugah jiwa.
Kutipan-kutipan
kata-kata hikmah itu tidak sembarangan dimuat di dalam buku ini, tetapi
disertakan rujukan kitab diambil dari kitab-kitab klasik. Misalnya, Mahmud
Faraj mengutip dari kitab al-Akhlaq wa al-Siyar fi Mudawati al-Nufus karya Ibn
Hazm al-Andalusi sekitar tiga belas kata mutiara, salah satunya yang berbunyi,
“Jangan mengharapkan orang yang akan meninggalkan anda, karena bisa membuat
anda kecewa. Jangan tinggalkan orang yang menginginkan anda karena itu
kezaliman.” (halaman 37)
Dalam
karya Ibn Maskawih, Tahdzib al-akhlaq wa Tathhir al-‘Araq, Mahmud Faraj
mengutip, di antaranya yang berbunyi, “anda adalah bejana yang kedewasaannya
ditentukan oleh kata-kata anda. Oleh karena itu, lihatlah diri sendiri,
perbaiki kekurangan, dan menghiasi diri dengan perbuatan mulia. Lakukan itu
hingga penampilan anda menjadi alami, tanpa pura-pura. Pada saatnya, anda berhak
mendapatkan cinta yang abadi.” (halaman 42)
Mengutip
dari Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din, Mahmud Faraj menyebutkan bahwa
jalinan persahabatan dan persaudaraan yang mengikat di antara dua orang,
sehingga memiliki sejumlah hak yang harus ditepati. Mahmud Faraj menyebutkan
sekitar tujuh hak persahabatan dan persaudaraan yang harus dilaksanakan. Yakni
hak dalam harta, membantu kebutuhannya, memilih diam atau bicara, hak untuk
berbicara, memaafkan kekhilafan, hak kesetiaan dan keikhlasan, dan hak meringankan
beban, tidak membebani. (halaman 63-72). Selain itu, dia juga menyisir etika
dalam Islam yang terdiri dari etika bertamu, etika berkumpul, etika menjamu
tamu, etika menikmati hidangan saat bertamu, dan etika berkunjung.
Bagian
kedua dari buku ini menampilkan hal-hal yang harus dihindari dalam berinteraksi
sosial. Hal-hal yang perlu dihindari dalam menjalin persahabatan di antaranya
yaitu menggunjing, berbohong, dengki dan sombong. Disertakan juga kiat-kiat
untuk menghadapi orang sombong dan sikap kita saat disakiti berdasarkan
al-Qur’an dan hadis.
Adapun
bagian ketiga, berisi tentang keteladanan Rasulallah saw, psikologi kenabian
dan kalimat-kalimat yang tidak disukai Rasulallah saw dalam berinteraksi
sosial. Misalnya, dalam kitab Zad al-Ma’ad dipaparkan beberapa ucapan yang
sangat dibenci Rasulallah saw untuk diucapkan, di antaranya, adalah memanggil
seorang muslim dengan ucapan, “wahai kafir.” (halaman 205-206).
Buku
ini tak hanya membuka rahasia agar potensi itu terwujud dalam pergaulan nyata,
tapi juga membimbing setiap muslim untuk membiasakan diri berhias dengan budi
pekerti adiluhung. Di dalamnya disertakan kata-kata mutiara dari para sahabat
dan ulama yang menggugah jiwa serta kesadaran kita dalam membangun interaksi
sosial. Serta diselingi kisah menggugah dan kiat sederhana tapi mengena.
Karya
berjudul asli Kayfa Taj’al al-Nas Yuhibbuna, kemudian diterjemahkan dan
diterbitkan Penerbit Zaman ini patut untuk dibaca dan dimiliki setiap insane
muslim maupun muslimah. Buku mungil tapi serat makna ini menuntun setiap insan
tidak hanya menjadi pribadi memikat, tapi juga mulia dan bermartabat. Cara
hidup yang diajarkan sungguh relevan bagi zaman modern yang serba materialistik
dan individualistik seperti saat ini.
Komentar
ohya bisa minta email majalah ini?