MENELAAH ULANG HUKUM ABORSI


Jurnal Studi Gender Palastren, Vol. 5, No. 2, Desember 2012

MENELAAH ULANG HUKUM ABORSI
Judul                     : Aborsi dan Hak-Hak Reproduksi dalam Islam
Penulis                   : Istibsjaroh
Penerbit                 : LKiS, Yogyakarta
Tahun Terbit          : I, 2012
Tebal Buku            : xx + 74 halaman
Harga                    : Rp . 20.000,-
Peresensi               : Ahmad Suhendra*

Kontroversi aborsi di Indonesia masih belum menemukan titik terang. Apabila menengok hokum positif di Indonesia, setiap orang dilarang melakukan aborsi. Larangan aborsi tertera dalam Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
Berdasarkan regulasi itu, marak terjadi aborsi ilegal disebabkan terdapat kecenderungan mempidanakan tindakan aborsi. Bahkan, pada batas-batas tertentu, tindakan ini dapat menyebabkan kematian bagi para pasien aborsi ilegal. Di dalam hal ini, Negara belum memberikan solusi yang tepat dan proposional dalam menyikapi permasalahan aborsi.

Begitu juga dengan hokum Islam (fiqh) konvensional/klasik, yang pada dasarnya melarang tindakan tersebut. Para ulama fiqh memandang tindakan aborsi sebagai kejahatan kemanusiaan. Hal ini berdasarkan al-Quran dan hadis yang menerangkan hal itu, diantaranya QS. Al-Anam ayat 151. Ayat ini menerangkan larangan membunuh anak-anak hanya dikarenakan takut miskin.
Kehadiran buku ini mengupayakan dan mengajak setiap orang untuk mengkaji ulang perihal hukum aborsi di Indonesia. Dan ulasan buku ini difokuskan pada kajian fiqh konvensiona, terutama pendapat ualama empat mazhab dalam fiqh.
Secara umum, para ulama emapt mazhab dan pengikut-pengikutnya mengharamkan hokum aborsi setelah peniupan ruh. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai aborsi yang dilakukan sebelum peniupan ruh. Hal ini juga dikarenakan perbedaan para ulama dalam menentukan masa (waktu) peniupan ruh pada janin. Ada yang mengatakan peniupan ruh pada usia 40 hari, tetapi juga yang sampai berpendapat usia 120 hari.
Di antara empat mazhab fiqh tersebut, ada yang memberikan hokum aborsi secara ketat. Tapi ada juga yang memberikan hukumnya dengan beberapa kelonggaran. Para ulama juga ada yang berpendapat bahwa keharaman aborsi tidak dilihat dari sebelum maupun sesudah peniupan ruh. Para ulama tersebut meletakkan permasalahan aborsi pada tindakan membunuh manusia yang bertentangan hokum agama.
Menurut Istibsjaroh, sakralitas Islam disebabkan oleh transendensitas sumber-sumber agama yang berbasis wahyu yaitu divinitas al-Quran dan hadis yang tidak dapat diamandemen. Walaupun demikian, sakralitas Islam tersebut tidak lantas menjadikan Islam sebagai agama yang tidak berdimensi social. (halaman 10-11).
Hal di atas disebabkan, konsepsi al-Quran dan hadis sebagai pedoman umat Islam untuk mencapai kesalehan ritual dan social, dipastikan selalu bersinergi dengan realitas social. Di dalam hal ini, legal rullings (hokum-hukum) menjadi point penting dalam konstruksi teks-teks keagamaan. Karena objek hokum menyambung mata rantai keterkaitan manusia secara vertical dengan Tuhan, dan secara horizontal dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. (halaman 11)
Alasannya, dampak dari aborsi yang tidak aman sangat berbahaya bagi jiwa dan kesehatan ibu. Begitu juga dengan kehamilan yang tidak diinginkan, yang berdampak secara psikologis pada ibu maupun anak yang pernah hendak digugurkan.
Istibsjaroh mengumpulkan ada beberapa alasan yang mengakibatkan perempuan melakukan aborsi. Pertama, pada perempuan yang belum atau tidak menikah (perempuan simpanan maupun janda), alasan melakukan aborsi adalah pasangan yang tidak bertanggungjawab atau dilarang hamil oleh pasangannya. Kedua, pada perempuan yang sudah menikah, alasannya antara lain disebabkan kegagalan alat kontrasepsi, jarak kelahiran yang terlalu rapat, dan sebagainya. (halaman 61-62).
Menurut Istibsjaroh, upaya percobaan pengguguran janin bukan tidak mungkin melahirkan bayi yang justru mempunyai kualitas kesehatan dan intelegensia yang buruk. Dengan begitu, aborsi dan pengaturannya dari sudut pandang kesehatan dimaksudkan untuk melindungi kesehatan ibu dan bayi. (halaman 5)
Perlu adanya merubah sudut pandang masyarakat terhadap isu aborsi. Perlu juga adanya tindakan untuk mengatur aborsi yang lebih proporsional, terutama dalam aspek hokum. Pengaturan aborsi secara proporsional justru tidak berarti perempuan lantas berbondong-bondong melakukan aborsi. Tapi pengaturan itu justru untuk melindungi jiwa dan kesehatan ibu serta janin yang ada di dalamnya.
Buku ini setidaknya memberikan sebuah titik terang atas terbelenggunya hokum aborsi di Indonesia. Walaupun buku ini bukan yang pertama dalam mengulas aborsi, tetapi setidaknya dengan kehadiran buku ini dapat memperkaya wacana aborsi, terutama dilihat dari perspektif hokum. Dengan begitu diterbitkannya buku ini oleh LKiS dapat melengkapi kekurangan referensi terkait aborsi.
Kendati uraian dan analisa yang ditawarkan terkait aborsi dalam buku ini kurang mendalam dan sangat minimalis. Dengan begitu, buku ini dapat dijadikan pengantar bagi para pemula yang hendak mengetahui atau mengkaji kompleksitas hokum aborsi.
*) Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Komentar